Lupa?

Angan-anganku kembali menggerogotiku
kesemuanya datang tanpa bisa dihentikan
ujud dari usaha yang sia-sia

Tak gampang memang tuk menjauh darimu
aku yang biasanya selalu berusaha memendam
kembali kalah dengan raut wajahmu

Bayang-bayang masa lampau yang mengenakan
ingar-bingar suaramu yang selalu terdengar
senyummu yang selalu merona
anganku gagal untuk menghapusnya

Mengapa kau seakan menampikkan itu semua
emosi yang hadir di setiap perjumpaan denganmu
lembaran-lembaran kenangan yang bertambah
usaha-usaha untuk selalu berdekatan denganmu
penjelajahan yang memakan waktu berhari-hari
atau mungkin aku harus melepaskan itu semua
kuenyahkan hal-hal yang membuat sakit
anganku tentangmu belum berkembang
ngilu pun tak pernah mau untuk hadir

Kali ini, semuanya pun telah terjadi
aku biarkan hal-hal itu terpatri di dalam benakku
membekas dan enggan tuk terhapus
untuk menghargai keindahannya dan kau

Catatan: Janji. itulah hal pertama yang terlintas saat tulisan ini saya buat.
Sebuah amanat yang seharusnya ditunaikan oleh tiap-tiap orang yang telah berjanji.
Tak ayal banyak yang harus berpaling darinya karena tidak mampu menunaikannya.
Kita yang sering berkelakar bahwa diri kita selalu menepati janji, harus sadar kapan
saja ucapan itu hanya menjadi bualan semata. Seakan-akan, hal itu berkurang maknanya
tiap kali diucap di tiap harinya. Tidak jarang, banyak yang kecewa dan enggan untuk mendengarnya lagi. Padahal, berapa banyak orang yang berharap akan hasil yang timbul ketika hal itu mampu dilaksanakan. Meskipun, tidak sedikit janji itu hadir hanya dari kehendak satu orang saja, tanpa orang lain ketahui. Ini sendiri merupakan kenyataan yang tidak mungkin dipungkiri.

Tulisan ini jika sekilas dilihat memang tidak beraturan dan penggunaan diksinya juga
masih kurang padu, namun saya memilih untuk membiarkannya. Banyak yang saya pikirkan
ketika tulisan ini dibentuk. Senang, sedih, tawa, murung, senyum, kecewa, tangis, dan banyak hal
semacamnya menjadi bumbu yang kemudian diramu jadi satu hingga muncul puisi seperti ini.
Tidak seperti tulisan saya yang lain, kali ini saya meramunya dengan cara lain agar sekiranya kamu
yang aku maksud dalam tulisan ini berkenaan membaca dan menikmatinya dengan cara yang lain juga serta saya harap dengan perasaan yang lain juga. Untuk itu, jikalau memang kamu berniat membacanya, bacalah seperti ini:
bacalah menurun hanya huruf pertama di setiap barisnya.

Puisi diatas juga sebagai permintaan maaf saya kepada siapa saja atas tingkah saya yang terkadang
tidak berkenaan kepada para pembaca semua. Selain itu, tulisan ini juga sebagai pengingat saya
akan satu hal yang senantiasa saya janjikan di sepanjang harinya.

(Semarang, 11-12-2013, FWS)

Tinggalkan komentar