Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih…

Surabaya, 11 November 2013, Seminggu yang lalu, tepatnya pada dini hari
Aku mencoba memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang menumpuk di hati ini

Entah apa yang merasuki pikiran ini untuk sampai berbuat sebegitunya,
Aku yang saat itu baru saja mengalami kegagalan pada kompetisi yang selama ini kita semua tunggu, malah mencoba untuk mengungkapkan perasaanku kepadamu. 

Saat itu, aku ketakutan..
Bagaimana bisa aku menyampaikan isi hatiku kepadamu padahal aku tahu bahwa malam sebelumnya engkau menangis gegara kekalahan itu. Aku lantas berpikir, untuk melanjutkan apa yang biasanya aku lakukan ketika aku menyangi seseorang. 

Yaa, menyimpan rasa itu selalu didalam benak ini.
Memang kelihatannya bodoh untuk terlihat hanya bisa menyimpan semuanya itu sendirian.
Ibarat bangkai, hal itu hanya menimbulkan kekalutan.
Terkadang aku juga berpikir, kenapa aku harus berbuat demikian setiap kali aku menyimpan rasa pada orang lain?

Akhirnya, Aku memberanikan diri.
Aku muak untuk selalu menyimpan hal-hal semacam itu.
Sekitar pukul 01.00, dengan berbekal sekotak kecil coklat dan sebuah lilin yang menyala, aku mendatangi kamar tempatmu bermalam.

Aku hanya bisa gemetar saat melihatmu keluar dari pintu itu.
Kepalaku langsung bertanya, “Apa harus aku berbuat seperti ini”. Namun, hati ini langsung menjawab, “Hari ini, adalah saatnya untukku mencobanya”. Karena aku berpendapat, untuk bisa dekat kepada seorang wanita, aku tidak boleh bertindak seperti wanita.
Ketika itu, kita saling tanya-jawab mengenai apa yang terjadi.
“Ini buat apa?” katamu seperti itu. Akupun langsung menjawab, “ini sebagai kelanjutan pesta ulangtahunmu yang waktu itu kita rayakan bersama-sama dengan anak tim lainnya, hanya ini lebih bersifat pribadi. Yaa, antara aku dan kau saja.”

Kalau kuingat, mungkin percakapan kita waktu itu berbicara seperti ini:
“Kenapa kamu berbuat seperti ini?”
“Aku hanya ingin bilang, kalau aku benar-benar menyukaimu.”
“Iya, terus?”
“Yaa, aku tidak tahu kenapa aku sampai berbuat seperti ini. Tapi, aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku kepadamu. Memang agak aneh kalau kupikir, tapi yaa aku harus melakukan ini.”
“Tapi kamu tahu kan, kalo aku udah sama orang lain?”
“Iya tahu, tapi yaa aku gak peduli. Ada yang bilang kalau aku harusnya mundur, tapi tak kuhiraukan. Toh dari awal, aku memang tidak berniat merebutmu darinya. Aku hanya ingin menyampaikan apa yang aku rasa selama ini, dan kurasa kau juga yang pernah bilang kepadaku bahwa “Kalau aku suka seseorang, daripada kelamaaan dipendam, yaa mending diungkapkan saja daripada sakit nantinya”. Lagipula, yaa aku sadar, aku memang tidak pantas untuk bersamamu hehe~”
Saat aku bilang seperti itu, kau langsung tersenyum kecil sambil menganggukan kepalamu. 

Lalu kau bertanya banyak hal, seperti “Kamu kenapa menyimpan foto aku sama Tomy (pacarmu itu) di hapemu?”

Aku pun menjawab, “Jadi begini, saat kamu akan berulang tahun, aku bingung akan memberikan apa kepadamu selain kue ulang tahun. Antara baju, sepatu, atau hal-hal lainnya. Lalu aku ingat bahwa temanku pernah menghadiahkan karikatur kepada seseorang yang disukainya. Lantas aku berpikir akan hal yang sama. Nah dikarenakan saat ingin memesan karikatur tersebut kita harus membawa gambar konsepnya, aku kebingugan dikarenakan aku tidak bisa menggambar. Setelah itu, aku teringat ada beberapa foto di laptopmu yang pas untuk dijadikan sebagai karikatur. Dan anehnya lagi, kok aku pernah berniat membuat karikatur saat kamu bersama pacarmu. Hal yang aneh memang, tapi yasudalah, anggap saja sebagai doa agar kau terus langgeng bersamanya.”

“Terus kamu jadi bikin?”, tanyamu kepadaku.

“Belum sempat, karena tidak cukup waktu hehe~” jawabku seperti itu. Saat itu, kau kembali tersenyum kecil.

Baru beberapa saat kita bercengkrama, beberapa orang melihat kita berdua. Yaa itu tidak lain anak tim yang saat itu bermalam satu kamar bersamamu. Akhirnya kaupun berkata seperti ini, “Pindah tempat yuk, gak enak diliatin sama temen yang lain.”

Akupun mengiyakan dan bertanya, “Mau dimana?”

“Terserah mau dimana.”

“Gimana kalau bangku kolam renang aja? Agak tenang kondisinya”. Sesaat kemudian, kita tiba di pinggir kolam renang.

Kita kembali berbicara banyak hal, Dimulai dari awal kita bertemu, kapan pertama kali aku mulai menyukaimu, saat aku salah persepsi mengenai notes di handphonemu termasuk kunci sandinya, dan banyak hal lainnya.

Karena itu semua tersusun rapih di otak ini.
Kapan aku pertama kali memboncengimu.
Kapan pertama kali kita berfoto baik bersama anak tim maupun kita berdua saja.
Kapan pertama kali pergi riset bersama.
Sampai pada, kapan pertama kali aku benar-benar mencintaimu.
Semua tentangmu tersusun rapih di benak ini. Chat BBM dan Line, setiap gambaran tentangmu, semua tingkahmu yang kadang-kadang buatku kesal lalu tersenyum, suarmu yang begitu khas, aroma parfumu yang wangi, sampai saat dimana aku merasa kau mulai menjauh dariku.

Aku juga bilang, kau adalah alasan utama kenapa aku bisa semangat untuk mengikuti kompetisi ini. Dan itu memang terbukti. Meskipun pada akhirnya kita semua belum menang, tapi aku senang bisa mengenal orang sepertimu.

Pada saat itu, aku memang mencurahkan semuanya. Ini kulakukan agar setidaknya aku merasa lega. Ditambah setiap kali aku terdiam, kau langsung mengingatkan agar aku menceritakan semuanya biar nantinya tidak ada lagi yang mengganjal. Bahkan sampai ketika kau hendak berbicara, aku memotong secara halus agar aku setidaknya selesai lebih dahulu.

Setelah kurasa cukup, kau pun langsung berkata. “Terimakasih buat kejutannya. Aku gak nyangka kamu bisa berbuat seperti ini. Padahal, Tomy (pacarmu itu) ga sampai segininya. Sampai kamu beliin aku kue ulang tahun dan akhirnya coklat-coklat ini. Aku bener-bener berterimakasih sama kamu.”

Akupun langsung menjawab, “Ohh iya, mengenai kue ulang tahunmu itu, aku minta maaf karena agak hancur sedikit gara-gara aku buru-buru buat belinya”. Yaa, kue ulang tahunmu yang bertuliskan “Happy Birthday Indah, We Do Love You~” ditambah sekotak kecil kue berbentuk Minion menjadi kue yang kubelikan pada 29 Oktober 2013 itu. 

Sesaat setelah kau itu, kau tiba-tiba langsung melanjutkan berbicara seperti ini, “Tapi maaf, aku sudah ada yang punya. Aku gak mungkin nerima kamu. Aku gatau harus gimana ngomongnya. Maaf banget ya”.

Aku tertawa kecil dan berkata,

“Gimana mungkin kamu bisa nolak aku, kalau aku emang ga bertanya kepadamu? Aku hanya mengungkapkan, bukan bertanya.”

“Aku menyukaimu”

“Aku menyangimu”

“Aku mencintaimu”

“Tidak ada dari setiap kata itu yang bersifat menanyakan. Memangnya kau bisa menjawab sebuah pertanyaan yang diakhiri tanda baca Titik (.)?”

Engkau pun langsung terdiam. Aku juga bingung kenapa kau bisa langsung terdiam seperti itu. 

Beberapa hal yang terjadi setelah itu, terasa menenangkan. Saat kau mencoba mengelus punggungku sebanyak dua kali. Yaa, kau melakukan hal itu dikarenakan sebelumnya kau berkata, “Kamu harus mencoba lupain aku. Mungkin aku bukan yang terbaik untukmu. Mungkin diluar sana, masih banyak perempuan yang lebih cocok buatmu dari segi wajah, umur, waktu, status, dan iman.”

Aku pun langsung berpikir untuk bilang, “LO PIKIR GAMPANG NGELUPAIN ORANG KAYAK LO?!”. Tapi aku menjawab, “Aku bukan orang yang bisa langsung ngelupain seseorang begitu aja. Lagian aku takut, ketika aku mencari orang lain, itu bukan karena aku menyukainya tapi dilandaskan oleh pelampiasan semata. Aku gak mau mendekati perempuan untuk alasan seperti itu. Memang lucu kalau dipikir. Empat bulan kita berkenalan dan sekarang tiba-tiba kau menyuruhku melupakanmu begitu saja. Aku memang bodoh dalam pelajaran, tapi untuk mengingatmu dan semuanya tentangmu, aku jagonya!”

Akhirnya sesaat aku menyudahi apa yang aku pendam selama ini dan setelah kau juga menyuruhku untuk melupakanmu, Kau pun tiba-tiba berkata seperti ini..

“Aku ingin pelukan dulu…” dan dibangku kolam renang yang berwarna putih itu, Kita Berpelukan~

Saat itu, aku benar-benar merasa tenang. Seakan semua masalah terlupakan. Tidak ada yang lain, hanya Kau dan Aku saja. Dan pada saat itu juga, disamping telingamu sembari berpelukan, aku berkata..

“Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih.”

“Terikamasih buat segalanya. Aku Menyukaimu, Aku Menyangimu, dan Aku Mencintaimu.”

Setelah itu, entah apa yang merasukiku, Aku Mencium Keningmu~

Akhirnya, sebelum kita kembali ke kamar masing-masing, aku mengingatkanmu untuk meniup lilin itu bahkan kau menyuruhku untuk meniup lilin itu bersamamu. Dan sesaat sebelum itu kita meniupnya, kita pun memejamkan mata untuk berdoa. Setelah itu, lilin itu mati karen tiupan kita berdua. Akhirnya, aku mengantarkanmu dahulu ke kamarmu lalu aku langsung beranjak ke kamarku.

Sesampainya di kamar, aku pun langsung sedih.
Sedih karena kita tidak akan dikarantina dan tinggal serumah bersama lainnya.
Sedih karena aku tidak bisa melihatmu saat simulasi sidang.
Sedih karena tidak ada lagi pergi riset bersamamu.
Sedih karena harus kembali ke kehidupan awal tanpa ada kepastian aku bisa melihatmu disetiap harinya.

Sejenak, Aku juga senang.
Karena hari itu, aku berhasil mengungkapkan perasaanku kepadamu.
Kaulah orang pertama yang membuatku berbuat seperti itu.
Kaulah orang pertama yang benar-benar membuatku menyadari akan pentingnya mencintai seseorang.
Dan sebelum aku mengakhiri tulisan ini, aku ingin berkata satu hal. Hal yang sama ketika aku mengatakannya disamping daun telingamu.

Terimakasih. Terimakasih. Terimakasih.

Untukmu yang spesial, Indah Syajratuddar~~~